Dampak Negatif Perkembangan Teknologi Generasi Muda Malas Baca

<p>Senayan menyoroti kondisi generasi muda saat ini yang tidak lagi menganggap penting budaya literasi. Kondisi ini memprihatinkan karena anak bangsa bakal menjadi pengguna teknologi atau diperbudak oleh zaman.</p>

<p>Anggota Komisi X DPR El Nino M Husein Mohi menga&shy;takan, zaman sudah sangat berubah akibat dari perkem&shy;bangan teknologi yang sangat cepat. Dahulu, dirinya bisa me&shy;nikmati banyak buku-&shy;buku bacaan, seperti buku Lima Se&shy;kawan, Tiger Wong, bahkan novel Harry Potter.</p>

<p>&ldquo;Sampai sekarang pun masih beli buku untuk baca-baca di rumah. Tetapi anak-anak sekarang itu berbeda. Mereka adalah generasi one liner, yang tidak membaca status, yang penting komen,&rdquo; kata El Nino.</p>

<p>Situasi ini pula yang membuat politisi Fraksi Gerindra ini prihatin. Sebab, generasi yang hanya memberi komen tapi tidak membaca status itu sama saja dengan generasi yang hanya mau bicara tapi tidak mau men&shy;dengar. Di&shy;tambah &shy;per&shy;kem&shy;bangan teknologi Artificial Inteligent (AI) membuat situasi yang dihadapi &shy;generasi muda menjadi makin meresahkan.</p>

<p>Bahkan negara-negara besar seperti Amerika Serikat, dan enam negara besar lainnya, dibikin ketar-ketir dengan perkembangan AI ini. &ldquo;Saking luar biasanya AI ini, bikin tugas saja bisa mengakali dosen, bahkan bisa lebih dari itu,&rdquo; terangnya.</p>

<p>Makanya, menghadapi situasi ini, dia mengusulkan agar budaya baca yang sudah mulai ditinggal ini kembali digelorakan, sebagaimana yang tengah diupayakan Pemerintah Swedia. Mereka memberikan anggaran sangat besar hingga Rp 20 triliun lebih hanya untuk memenuhi sekolah-sekolah dan gedung-gedung perpustakaannya dengan buku-buku bermutu.</p>

<div style=”page-break-after: always”><span style=”display: none;”>&nbsp;</span></div>

<p>Kebijakan ini, jelasnya, mem&shy;buat industri penerbitan dan &shy;profesi penulis menjadi bergairah. Pemerintah Swedia &shy;ingin anak-anak mereka kembali melek literasi. &ldquo;Ini yang tidak terjadi pada negara kita,&rdquo; terangnya.</p>

<p>El Nino menilai, kita &shy;hanyalah negara yang selalu mengi&shy;kuti tren. Ketika ada teknologi SMS, semua masyarakat Indonesia pakai SMS. Ketika zaman &shy;pakai pager, semua pakai pager. Ketika lagi tren BlackBerrry &shy;Messengger (BBM), semua pa&shy;kai BBM, bahkan sampai saat ini, tek&shy;nologi Whatsapp (WA), semua pakai WA.</p>

<p>&ldquo;Ini besok-besok, entah &shy;apalagi yang ngetren dan semua orang Indonesia pakai. Kalau terus seperti ini, kita akhirnya hanya menjadi technological &shy;user. Tidak seperti negara-&shy;negara maju yang sudah teknologi inovatif,&rdquo; terangnya.</p>

<p>Jika situasi ini tidak berubah, politisi asal Gorontalo ini khawatir, masyarakat kita &shy;hanya menjadi user (pengguna). &shy;Hingga akibatnya, Indonesia akan menjadi negara tecnolo&shy;gically excluded, negara yang tidak memiliki kemampuan inovasi.</p>

<p>&ldquo;Kalau kita sudah excluded, anak-anak kita bisa apa. Hanya bisa diperintah oleh zaman dan akhirnya IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia) juga akan tenggelam atau ditenggelamkan oleh zaman,&rdquo; terangnya.</p>

<p>Tentu, sambung dia, ini situasi yang harus diantisipasi. Jika tidak, anak-anak kita hanya akan menjadi generasi one liner. &shy;Yakni, anak-anak yang hanya membaca yang dia perlukan saja dan memberi komen seperlunya saja. Walhasil, akan menjadi generasi dengan pola pikir pendek.</p>

<p>&ldquo;Untuk itu kita perlu memikirkan sama-sama bagaimana nasib literasi kita ke depan. Karena, kita hanya punya dua pilihan, kita habisi karena tidak sesuai dengan teknologi atau kita bikin regulasi seperti yang sedang dibikin Swedia,&rdquo; pungkasnya.</p>

<p>Artikel ini tayang di&nbsp;<em>Rakyat Merdeka</em>&nbsp;Cetak edisi Sabtu 30/9/2023 dengan judul&nbsp;<strong>Dampak Negatif Perkembangan Teknologi, Generasi Muda Malas Baca </strong></p>

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *